WORKSHOP DOCAT X FRATELLI TUTTI

#DOCAT, #FratelliTutti, #berimanbukanrecehan,
07 June 2022
WORKSHOP DOCAT X FRATELLI TUTTI

Pada hari Sabtu, 28 Mei 2022 lalu, YOUCAT Indonesia mengadakan webinar DOCAT X FRATELLI TUTTI dengan pembicara Romo Pieter Dolle, SJ. Apakah Sobat YOUCAT pernah mendengar tentang Fratelli Tutti? Belum? Kalau belum, yuk lanjut baca sampai akhir (kalau sudah baca sampai akhir juga, ya! Karena isi webinarnya super informatif, serius!). Let’s check this out!

AJARAN SOSIAL GEREJA (ASG)

Fratelli Tutti adalah salah satu dari Ajaran Sosial Gereja (ASG). Ajaran Sosial Gereja sendiri itu apa? Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran-ajaran Gereja berkaitan dengan persoalan sosial yang dihadapi oleh masyarakat, terutama masalah keadilan sosial. Gereja membawa terang Injil ke dalam realitas hidup masyarakat, terutama untuk bonum commune (kesejahteraan bersama). Dokumen ajaran tersebut mencerminkan pergumulan Gereja dalam usaha menghadirkan diri di tengah kehidupan masyarakat.

Gereja Katolik memiliki banyak macam dokumen Ajaran Sosial Gereja (ASG), seperti Ensiklik Rerum Novarum (1891), Caritas in Veritate (2009), Laudato Si (2015), hingga yang terbaru adalah Fratelli Tutti (2020). Akar dari ASG, yang juga dalam terang Injil, adalah kasih (jantung hati ASG) dan spiritualitas inkarnatoris (kita dipanggil untuk menjadi seperti Yesus yang telah turun ke dunia dan terlibat dalam kehidupan kita). Sedangkan, pilar ASG adalah semangat cinta kasih lewat keterlibatan di tengah dunia, dimana berprinsip kepada martabat manusia sebagai citra Allah, demi tercapainya bonum commune, solidaritas, dan subsidiaritas.

ENSIKLIK FRATELLI TUTTI

Ensiklik Fratelli Tutti adalah Ajaran Sosial Gereja yang kontekstual dengan kondisi zaman kita saat ini. Apakah Sobat menyadari jika bagaimana kondisi dunia kita saat ini? Tidak hanya pandemi Covid-19, namun juga persoalan kemiskinan, situasi perang dan konflik berkepanjangan, juga krisis lingkungan hidup. Belum lagi ditambah perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu maju saat ini, dimana dunia digital dan mode virtual menjadi hal yang lumrah, dan semua itu membentuk masyarakat industri 4.0. Dampaknya? Kita semua jadi lebih mudah terhubung, ya, namun kita terkadang menjadi lebih individualis dan lebih fokus kepada gadget kita sendiri.

Lalu, kira-kira apa makna dari Ensiklik Fratelli Tutti untuk menjawab kebutuhan kita?

Penulisannya tepat dalam situasi zaman ini yang begitu meresahkan, dan ensiklik ini terinspirasi dari figur St. Fransiskus Asisi yang membangun persaudaraan dimana setiap orang adalah saudara bagi sesamanya. Ensiklik yang memiliki kerangka 8 bab ini ini ditandatangani oleh Paus Fransiskus di makam Santo Fransiskus Asisi pada tanggal 3 Oktober 2020, bertepatan dengan perayaan liturgi St. Fransiskus Asisi. Munculnya ensiklik ini juga adalah buah refleksi dari perjumpaan Paus Fransiskus dengan Imam Besar Ahmad Al-Tayyeb, dimana dari sini muncullah Dokumen Abu Dhabi yang membahas tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup beragama, dan kemudian dari situ lahirlah Frattelli Tutti.

FRATELLI TUTTI: UNDANGAN UNTUK MEMBANGUN BUDAYA PERJUMPAAN

Ensiklik Fratelli Tutti menawarkan nilai-nilai sangat universal dan menyangkut hidup manusia secara umum demi terciptanya bonum commune. Maka perlu adanya aktualisasi, dimana ensiklik ini juga menawarkan suatu bentuk lifestyle-cara bertindak, dimana kita hadir bagi sesama di sekitar. Kita tidak hanya belajar, namun juga menerapkan hukum kasih. Ada banyak contohnya di Injil, yaitu salah satunya kita bisa berefleksi bersama dari figur orang Samaria yang murah hati (Luk 10:33-34). Kita belajar untuk berinisiatif membangun kembali sebuah komunitas:

  • Menjadikan kerapuhan orang lain sebagai kerapuhan sendiri

  • Menolak pembangunan masyarakat yang ditandai dengan pengucilan

  • Menjadi sesama manusia dari orang yang jatuh; mengangkat dan memulihkannya

  • Membangun kebaikan bersama (bdk. FT 67)

Kita dipanggil untuk untuk peduli, terlibat, sebagai suatu tindakan kita untuk menempuh jalan kekudusan sebagai pengikut Kristus (bdk. Gaudete et Exultate, 2018). Sebagai kaum muda, kita juga patut untuk ambil bagian dalam perubahan, berani bermimpi, mengenali panggilan khasnya, menjadi orisinil meninggalkan jejaknya di dunia (bdk. Christus Vivit, 2019). Kebenaran dialami dalam perjumpaan. Dalam perjumpaan kita diperkaya. Dalam perjumpaan antara yang beragam, nilai kebenaran utama semakin utuh. Sebab, ‘bersama dan seluruh adalah lebih luhur dari hanya sedikit atau sebagian’.

Pertanyaannya, bagaimana membangun budaya perjumpaan itu?

Titik tolaknya adalah “kasih”. Kasih seperti apa yang dimaksud? Kasih seperti yang ditunjukkan oleh orang Samaria yang murah hati Perjumpaan dapat menjadi sebuah cara hidup, dimana kita “saling mendekati dan mengungkapkan diri, saling memandang dan mendengarkan, mencoba mengenal dan memahami satu sama lain, mencari titik-titik temu, semua ini terangkum dalam kata kerja berdialog” (FT 198).

Dalam melestarikan budaya perjumpaan, kita juga dihadapkan dengan tantangan, yakni individualisme, ketidakpekaan hati nurani, budaya tembok, menutup diri dari perjumpaan dengan sesama, tidak ada inklusi, dan pengagungan kepentingan kelompok.

Kita semua diundang untuk mewujudkan persaudaraan dengan siapa saja dalam toleransi dan solidaritas- khususnya mereka yang lemah dan tersingkir, budaya perjumpaan yang nyata lewat jalan dialog, keterlibatan Gereja sebagai tanggung jawab pribadi Kristiani dan komunitas iman di tengah dunia. Semua itu dijalankan dengan komitmen, yang tentunya berasal dari kasih menurut ajaran Yesus dan diilhami Ajaran Sosial Gereja.

“Masing-masing dari kita dipanggil untuk menjadi penenun perdamaian,

dengan menyatukan bukan memecah belah,

dengan memadamkan kebencian bukan memeliharanya,

dengan membuka jalan- jalan dialog bukan membangun tembok baru!”

(Dokumen Abu Dhabi, 2019)

REALINO-SEKSI PENGABDIAN MASYARAKAT

Realino merupakan salah satu lembaga karya sosial Serikat Yesus Provinsi Indonesia yang bergerak langsung di bidang pendampingan, penyediaan beasiswa pendidikan, bantuan sosial, serta pemberdayaan masyarakat. Komunitas ini didirikan pada 15 Juli 1953 dan bertempat di Yogyakarta.

Visi komunitas ini adalah agar kaum lemah, rentan, miskin, dan tersingkir memperoleh kehidupan adil, bermartabat, dan berdaya di masyarakat lewat pendidikan dan keterampilan. Misinya adalah bersahabat, berkolaborasi, dan memberdayakan. Semangat utama dari komunitas Realino yakni memperjuangkan martabat luhur manusia dengan hadir sungguh ditengah-tengah situasi masyarakat, paham persoalan sekitar, peduli dengan hiruk pikuk harian yang terjadi, dan terlibat dalam kehidupan sesama yang paling membutuhkan.

Komunitas Realino sendiri juga memiliki komunitas volunteer Realino, yang merupakan komunitas kaum muda yang peduli dan mau terlibat, bersahabat dengan anak-anak di komunitas dampingan, menemani mereka belajar dan berdinamika bersama.

Wowww, super sekali bukan, SobatYOUCAT? Jika Sobat ingin tahu lebih lanjut soal komunitas ini bisa langsung cek ke websitenya di https://realino.or.id ya!

Sekarang pertanyaannya kembali kepada kita? Apa yang mau kita lakukan, apakah hanya sekedar mengagumi komunitas Realino dan komunitas lain yang kira-kira melakukan hal yang sama? Bingung harus mulai dari mana? Nahhh.. ada tips nih! Langkah konkrit yang bisa kita lakukan adalah:

  1. Mulai dengan berdoa. Kita mohon rahmat kepekaan, hati yang peduli, dan keberanian untuk sungguh menghayati iman dalam tindakan nyata bagi sesama.

  2. Kita juga perlu mulai untuk memandang realita, bagaimana kondisi lingkungan sekitar tempat kita tinggal dan berkarya. Apa saja masalah yang ada yang mungkin selama ini berlarut-larut tidak selesai?

  3. Menjadi sahabat, kita berangkat dari kebutuhan mereka yang paling lemah, kita berjalan bersama mereka dalam waktu, tenaga, hati, dan pikiran. Seperjalanan dalam solidaritas.

  4. Menemukan peluang kreatif keterlibatan dan pelibatan, misal lewat karya sosial keuskupan/paroki, lembaga sosial masyarakat, dunia politik, dsb.

  5. Ingat, tetap sesuai porsi! Bertindak sejalan dengan kemampuan yang dimiliki.

Banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan kehadiran dan keterlibatan kita, untuk kita berjumpa dengan mereka. Apa yang menjadi alasan bagi kita untuk mengatakan “tidak bisa”? Bukankah rahmat Allah mencukupkan?

Yuk, Sobat! Kita mulai membangun budaya perjumpaan dengan sesama! Tuhan memberkati.

oleh: Sr M Paskalia SFS dan Airin Natalia