#Share: Di Jalan Yakobus, Allah Bersembunyi

#berimanbukanrecehan, #santo-santa, #santo, #yakobus, #santiago, #caminodecompostella, #share,
24 July 2020
#Share: Di Jalan Yakobus, Allah Bersembunyi

Halo Sobat YOUCAT

Selamat merayakan Pesta Santo Yakobus.

Yuk kita ingat kembali kisah Santo Yakobus. Santo Yakobus adalah anak pasangan Zebedeus dan Salome. Injil menulis bahwa dia adalah ‘anak guntur’ (boanerges) yang penuh semangat dan meledak-ledak. Bersama Petrus dan Yohanes, ia merupakan rasul yang memiliki kedekatan relasi dengan Yesus. Yakobus ada di sisi Yesus pada momen-momen istimewa-Nya. Peristiwa Yesus menampakkan kemuliaanNya di Gunung Tabor, pembangkitan anak perempuan Yairus di Kapernaum, warta penderitaanNya di Bukit Zaitun, sakratul maut Yesus di Getsemani, Yesus terangkat ke surga, dan peristiwa Pentakosta yang dialami oleh St. Yakobus seakan jadi penanda keistimewaan relasinya dengan Yesus.

Sepeninggal Yesus, ia memulai peziarahan hidupnya yang berbeda dari semula. Menurut tradisi, ia mewartakan njil hingga ke negeri Spanyol. Konon, anak saudagar ikan ini berlayar menuju Semenanjung Iberia, melewati Andalusia, dan mencapai daerah terpencil Galicia, Spanyol.

Spanyol seakan menjadi misi sunyi bagi jalan hidupnya. Pewartaannya tidak spektakuler, hanya sembilan murid yang ia dapatkan (Legenda Aurea). Saat menengok kampung halaman, ia ditemani tujuh muridnya. Namun, ia justru ditangkap, diadili, dan mati sebagai martir dengan dipancung pada masa Raja Herodes Agripa I (42-44).

Si murid membawa jenazahnya ke Spanyol. Mereka memakamkannya di dekat hutan “Liberium Dominum”. Begitulah Rasul Yakobus beristirahat di sebuah tempat di mana ia dahulu menaburkan benih Injil Kristus.

Abad demi abad berlalu. Kisah tentang makam Yakobus menghilang selama tujuh abad. Sunyi. Seakan jalan dan karya Injilnya tak berbekas. Kisah itu muncul kembali sekitar tahun 813, saat makamnya ditemukan, ditandai hujan bintang di perbukitan Lobredon. Tempat itu dikenal dengan nama Compostela atau Campus Stellae (ladang bintang-bintang). Kini menjadi Santiago de Compostela, tempat bangunan katedral yang di dalamnya terdapat makam Santo Yakobus itu.

Sejak saat itu, jejak Rasul Yakobus (Santiago) banyak ditelusuri. Abad demi abad ia dikenang oleh para peziarah sebagai Camino, lengkapnya Camino de Santiago. Tradisi Camino berkembang hingga kini.

Jalan sunyi

Sobat YOUCAT, saya bersyukur pernah sedikit menyusuri Jalan Santiago itu. Saya berjalan kaki selama 12 hari, sepanjang kira-kira 300 kilometer dari kota Leon, Spanyol, pada Juli 2011. Di Jalan itulah, sedikit banyak saya boleh belajar tentang Jalan Yakobus sebagai seorang rasul yang menjalani misi sunyi.

Mengapa saya menyebutnya “misi sunyi”? Alasannya sederhana. Yakobus, seorang yang penuh semangat dan memiliki relasi dekat dengan Tuhan Yesus, menjelajah Spanyol untuk menabur benih Injil. Ketika benih itu belum begitu tampak bertumbuh, ia malah dibunuh demi iman. Namun, jiwa rasulinya tidak mati mengikuti raga. Jenazahnya yang dibawa ke Spanyol seakan jadi tanda bahwa semangat Yakobus tidak mau padam. Ketika ia “ditidurkan” di sebuah makam, secara manusiawi nama besar dan pewartaannya ikut tertidur nyenyak, sunyi.

Allah, si pemilik misi itu, punya rencanaNya sendiri. Dia memberi hidup pada benih Injil yang ditabur Yakobus. Usai tujuh abad tertidur, jiwa rasuli Yakobus tersiar secara memesona: ditelusuri, dicecap, dan disiarkan oleh para peziarah dari seantero jagat, dari abad ke abad hingga kini.

Maka, bagi saya, sebenarnya menyusuri Jalan Santo Yakobus berarti menyusuri jalan misi sunyi itu, di sanalah saya belajar mencecap inspirasi rasulinya. Sebab, sejatinya sebagai orang Kristen, saya ini merupakan seorang rasul bagi Kristus. Demikian juga setiap orang Kristen lainnya.

Di Jalan Rasul Yakobus inilah, Tuhan Yesus seakan mengingatkan saya dengan gambaran-Nya tentang benih (bdk. Mrk 4:26-28). Sebagai seorang rasul, tugas saya adalah menabur benih di tanah. Malam hari saya tidur, paginya bangun. Di luar yang saya sadari atau canangkan di seluruh kesibukan saya pada malam dan siang harinya, benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi. Bagaimana hal itu terjadi, saya tidak mengetahuinya. Benih itu tumbuh senyap. Mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh berisi dalam bulir itu. Begitulah, dengan sendirinya bumi mengeluarkan buah, hingga hari memanen tiba dan semua bersukaria.

Kembali ke pesan jalan misi sunyi Yakobus, seorang Kristen ialah seorang rasul. Jika demikian, maka mandat yang saya bawa dari Kristus ialah menabur benih. Tentunya hanya benih baik (kebaikan). Sebab, yang berada di luar kualitas itu, kebaikan itu, tidak ada dalam kamus kasih Kristus.

Menyusuri misi sunyi itu, jiwa rasuli Yakobus seakan berbisik meyakinkan saya:

Jalani dan nikmati misimu itu, juga ketika jalan itu begitu sunyi dan seakan tidak membuahkan hasil! Berjalanlah terus secara alami, tanpa dibuat-buat! Petang hari pulanglah, siangnya bangunlah. Bagaimana benih baik itu bertumbuh, itu bukan jatahmu untuk mencanangkannya. Biarlah Allah yang mengurusnya.

Syukurlah, jiwa rasuli Yakobus menemani saya di setiap jalan misi sehari-hari. Allah tak pernah tertidur. Dia terus menemani dengan caraNya yang tersembunyi. Dia ada. Dia peduli. Meski tampaknya sunyi. Teruslah berjalan! Buen camino!

Rm. Elis Handoko, SCJ