Liputan Bibliodrama: Cara Seru Membaca Kitab Suci

#Bibliodrama, #Kitab Suci, #Alkitab, #Liputan, #Berita, #BerimanBukanRecehan,
16 September 2019
Liputan Bibliodrama: Cara Seru Membaca Kitab Suci

Hari Minggu, 15 September 2019, saya memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan Bibliodrama yang dilaksanakan di UKWMS. Acara tersebut diisi oleh Sr. Justanti, OSU dan Mas Didik. Dari pagi hari pukul 08.00 hingga sore hari sekitar jam 4 sore, kami bersama-sama belajar apa sih Bibliodrama itu, dan bagaimana sih Bibliodrama bisa membuat Kitab Suci menjadi begitu menarik?

Menghargai Keberagaman, Memperkaya Kebersamaan

Bibliodrama diikuti 21 peserta yang mayoritas merupakan mahasiswa dari berbagai kampus dan jurusan.

Sesi-sesi awal berisi pemanasan-pemanasan berupa eksplorasi tubuh. Kami diminta membentuk sebuah pohon, awalnya sendiri, lalu dua orang, lalu tiga orang, hingga akhirnya membentuk sebuah setting di Perjanjian Lama.

Unknown-5

Kata-kata seperti “turunkan egomu” atau “Cobalah untuk peka dan saling mengisi” sering diucapkan oleh Sr. Justanti dan Mas Didik. Benar saja, awalnya kami belum paham dengan maksud membentuk “sebuah” pohon. Kami masih sering membentuk pohon-pohon yang berbeda meskipun kami dalam satu kelompok. Perlahan-lahan kami semakin kompak dan akhirnya mampu mengembangkan kepekaan-kepekaan yang lain seperti kepekaan ruang.

Kami diajarkan juga tarian-tarian yang digunakan sebagai persiapan untuk masuk ke Kitab Suci.

Setelah dirasa cukup, kami lalu mulai masuk ke dalam Kitab Suci. Kisah yang dipilih adalah kisah Yusuf, anak Yakub, yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya lalu dijual ke Mesir (Kej 32 1-34). Kisah tersebut dibagi ke dalam 5 babak. Kami lalu diminta untuk membangun peristiwa di tiap-tiap babaknya. Kami terus diminta untuk spontan menjadi apapun sesuai dengan gerakan hati kami. Tidak hanya menjadi tokoh manusia, ada juga yang menjadi pohon, domba, sumur, bulan, bintang, pintu rumah, bahkan jubah.

Unknown-6

“Action!” “Freeze!” “Action!” “Freeze” Begitulah Sr. Justanti dan Mas Didik terus memandu kami di tiap babaknya.

Setelah berbagai percobaan dan pengulangan, akhirnya kami pun mampu membentuk diorama yang apik. Tidak hanya asal menjadi seseorang ataupun sesuatu, ekspresi dari peserta tampak begitu hidup. Selama perannya dalam Bibliodrama, ada yang terlihat begitu marah, ada yang senang, ada yang kagum, bahkan sampai ada yang benar-benar menangis karena begitu menghayati peran yang ia ambil.

Sr. Justanti dan Mas Didik lalu menjelaskan bahwa kisah Yusuf diambil untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Terjadi banyak konflik atas alasan perbedaan yang lahir dari keberagaman. Padahal, keberagaman ini adalah sudah menjadi bagian dari diri Indonesia itu sendiri. Kisah ini diambil agar para peserta bisa semakin menyadari keberagaman yang ada dan saling mengisi dengan keunikan mereka.

Dan benar saja, para peserta yang memiliki latar belakang beragam dan awalnya belum saling mengenal, melalui Bibliodrama, bisa bersatu dan melengkapi. Setiap rasa yang dituangkan lewat bentuk tubuh dan ekspresi saling mengisi membentuk kesatuan.

Unknown-2

Di akhir sesi, para peserta sharing bagaimana pengalaman mereka selama Bibliodrama. Semua memberikan tanggapan yang positif. Bagi para peserta, dan saya khususnya, Bibliodrama kini menjadi cara baru untuk membaca Kitab Suci secara menarik dan lebih hidup.

Bibliodrama: Membangun Relasi

Unknown-3

Di akhir pertemuan, Mas Didik mengatakan bahwa Bibliodrama mengasah tiga relasi terpenting dalam hidup kita. Relasi dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan diri sendiri.

Apa maksudnya?

Dengan Bibliodrama, kita dibuat semakin mencintai Kitab Suci. Nah, dengan demikian relasi kita dengan Tuhanpun semakin dekat. Bibliodrama juga bisa menjadi cara kita berdoa, tidak hanya dengan kata-kata, namun juga dengan seluruh ekspresi gerak tubuh kita.

Dengan merefleksikan peran yang kita ambil dalam Bibliodrama, kita bisa mengetahui bagaimana sih posisi kita terhadap orang lain. Apa sih yang harus aku kembangkan agar aku semakin peka terhadap orang lain? Apa sih kekhasan yang bisa aku sumbangkan bagi komunitasku? Apalagi bila Bibliodrama dilakukan secara bersama-sama, Bibliodrama bisa jadi cara untuk semakin mempersatukan komunitas.

Akhirnya, dengan merefleksikan peran yang kita ambil, kita juga semakin mengenal siapa itu diri kita. Misalnya, kok aku ambil peran jadi saudaranya Yusuf ya? Kok marahku natural banget ya rasanya? Oh, ternyata aku ini sebenarnya orangnya emosional ya, makanya aku perlu belajar untuk mengendalikan emosiku. Seperti itulah Bibliodrama membantu kita untuk semakin mengenali diri kita dan mengolahnya untuk menjadi orang yang lebih baik.

Yang jelas, nggak cuma seru, Bibliodrama banyak manfaatnya untuk kita.

Unknown-1

Nah. . . Tertarik nggak untuk mengetahui lebih jauh apa itu Bibliodrama? Kalian bisa ikuti Bibliodrama di instagram dengan follow @bibliodramaindonesia atau ikuti hashtag #bibliodramaindonesia #bibliodramaforyouth