Bunda Maria, Seorang Gadis Yang Mengatakan Ya: Menjadi Seorang Pengungsi

#Maria, #Docat, #Pengungsi, #Damai, #BerimanBukanRecehan, #Perdamaian,
22 October 2019
Bunda Maria, Seorang Gadis Yang Mengatakan Ya: Menjadi Seorang Pengungsi

Ketika Yesus masih bayi, Maria dan Yosef harus membawa Yesus mengungsi ke Mesir untuk menghindari Herodes, penguasa kala itu. Keluarga Kudus kini menjadi pengungsi di tanah yang asing bagi mereka.

Mereka Juga Pengungsi

Tidak bisa kita pungkiri bahwa ada banyak kemiskinan, bencana alam, hingga peperangan di dunia kita ini. Dan tak jarang pula, kondisi yang menjepit semacam itu membuat orang memilih untuk mengungsi, meninggalkan tempat tinggalnya ke tempat lain, entah itu kota lain, pulau lain, atau bahkan negara lain. Bahkan, Keluarga Kudus pun pernah menjadi pengungsi.

Apa artinya ini?

Kita diajak untuk semakin peka dan peduli terhadap isu pengungsi yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Dengan terus merenungkan kisah pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir, membayangkan bayi Yesus yang tak berdaya itu menjadi pengungsi, kita bisa memohon rahmat Allah agar mampu menemukan wajah Yesus dan Keluarga Kudus-Nya di dalam diri para pengungsi.

Ya, bayi Yesus yang mungil itu pun juga seorang pengungsi.

Dimulai dari Diri Kita Sendiri

Apa yang bisa kita, orang muda, lakukan menghadapi masalah pengungsi? Kan masalah pengungsi masalah yang besar, bagaimana bisa kita ikut terlibat?

Jika kita merenungkan kisah pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir, kita bisa membayangkan mereka harus mengungsi dari tempat yang penuh kekacauan dan bahaya, menuju ke tempat yang aman dan damai.

Itulah yang pertama-tama harus kita renungkan.

Kita perlu berangkat dari diri kita sendiri. Kita perlu pertama-tama membuat hati kita damai terlebih dahulu, dengan doa, rajin ikut Misa, merenungkan Kitab Suci, rajin berbuat baik, dan terus berlatih memaafkan. Kita perlu menyiapkan hati yang damai terlebih dahulu agar hati kita siap menjadi tempat pengungsian bayi Yesus. Dengan begitulah kita dapat melayani bayi Yesus yang lembut, menjaga-Nya agar bisa tetap tidur dengan tenang, tanpa perlu ikut merasakan bisingnya hati kita yang masih kacau entah itu karena dendam, iri, tidak ikhlas, atau perasaan negatif lainnya.

Lalu, kita pancarkan damai itu.

Kita mulai dari lingkungan terdekat kita, mulai dari keluarga di rumah, teman, sahabat, di sekolah, atau pun tempat kerja kita. Kita mulai dengan belajar menjadi orang yang ramah, baik, dan mau mengampuni. Belajarlah untuk menjaga kedamaian di dalam hati kita dalam setiap hal yang kita lakukan. Dengan beginilah kita bisa memancarkan damai yang sungguh-sungguh dari hati menyentuh hati, hal yang sangat dirindukan oleh para pengungsi.

Untuk membantu para pengungsi, lakukanlah apa pun yang bisa kita lakukan. Entah itu dengan menyumbangkan uang, dengan doa yang tulus, atau bahkan ikut terjun menangani pengungsi. Lakukanlah itu semua dengan damai di dalam hati kita agar mereka dapat menemukan kedamaian melalui diri kita.

Pengungsi-Pengungsi Kecil dalam Hidup Harian

Memang, masalah pengungsi adalah masalah yang besar. Tak jarang pula kita ingin menolong namun kita sendiri menemui banyak kendala entah itu karena jarak, biaya, atau pun karena kesibukan di sekolah dan pekerjaan kita.

Akan tetapi, dengan damai di dalam hati kita, kita masih bisa menjadi tempat perlindungan bagi para “pengungsi kecil” di sekitar kita. Kita bisa menjadi tempat curhat bagi teman kita yang “mengungsi” dari masalah hidupnya yang ingin mencari seorang teman sebagai tempat berlindung. Kita bisa melakukan kebaikan-kebaikan kepada para gelandangan yang tak punya tempat tinggal layaknya seorang pengungsi. Masih banyak orang-orang di sekitar kita yang merindukan rasa damai yang dapat kita tolong dengan kedamaian yang kita miliki di dalam hati kita.

Yuk, kita usahakan perdamaian dan batu para pengungsi dimulai dari hati kita!


Yuk Direfleksikan

Yuk teliti hati kita masing-masing! Apakah secara umum aku sudah bisa merasakan damai di dalam hatiku? Bila belum, mengapa? Masalah-masalah apa yang masih mengganjal di dalam hatiku yang membuatku belum mampu merasakan damai? Apa yang bisa aku lakukan untuk mengatasinya?

Berdoalah, dan bayangkan Yesus berada di hadapanmu. Ia menantimu untuk mencurhatkan semua masalah yang ada dalam dirimu yang membuatmu tidak bisa merasakan damai. Curhatkan semua sampai kamu merasakan lega. Lalu, mohonlah rahmat untuk bisa merasakan damai dalam hatimu. Heninglah, dan nikmatilah saat-saat teduh dan damai bersama Yesus.

Setelah cukup, bayangkanlah Keluarga Kudus ada di hadapanmu dengan bayi Yesus yang tertidur dengan tenang. Layanilah mereka dengan penuh rasa damai yang ada di dalam hatimu. Jika kamu diberi kesempatan menggendong bayi Yesus, gendonglah Ia dengan sangat lembut dan hormat. Nikmatilah dan resapilah perasaan damai yang semakin mendalam ketika kamu menggendong bayi Yesus yang tidur dengan tenang.

Dengan rasa damai yang sama, apa kira-kira yang bisa aku lakukan untuk para pengungsi dan para “pengungsi kecil” di sekitarku? Lakukanlah dengan penuh damai pula!

Yuk Dibaca

Docat no 248-249, 274-275

Christus Vivit no 43-48, 91-94 http://www.dokpenkwi.org/2019/08/20/telah-terbit-seri-dokumen-gerejawi-no-109-christus-vivit/